Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil menerangkan hikmah keteladanan Nabi Ibrahim as.
Ia mengungkapkan bahwa setiap momen Idul Adha, terbersit sosok nabi yang hadir di tengah-tengah umat Islam. Sosok nabi besar dalam serangkaian nabi-nabi yang diimani Muslim, yaitu Nabi Ibrahim as.
“Nabi Ibrahim adalah sosok yang menghubungkan kita dengan dua umat agama lain yaitu Yahudi dan Kristen. Antara Yahudi, Kristen, dan Islam ada kekerabatan yang amat lekat melalui sosok Nabi Ibrahim,” terang Gus Ulil saat menyampaikan khutbah Idul Adha di Masjid Bayt Al-Qur’an, Pamulang, Tangerang Selatan, Kamis (29/6/2023).
Menurutnya, salah satu benang merah yang menyambungkan antara ketiga agama tersebut ialah tauhid atau ajaran tentang keesaan Allah swt. Nabi Ibrahim, sambung dia, adalah sosok penting dalam sejarah kenabian yang mengajarkan dua hal yakni tauhid, dan Islam.
“Tauhid adalah mengimani keesaan Allah dan Islam adalah tunduk kepada Allah yang satu. Warisan terbesar Nabi Ibrahim adalah dua hal itu. Tauhid dan Islam,” papar Gus Ulil.
Selain dua hal tersebut, Gus Ulil menyebut bahwa Nabi Ibrahim juga mewariskan hal lain yaitu keteguhan dan komitmen yang kuat untuk memegangi dua ajaran yang ia sampaikan.
Keteguhan Nabi Ibrahim ini, lanjut dia, dikisahkan melalui dua cerita. Cerita pertama yang melambangkan tauhid, ialah keteguhan Nabi Ibrahim memegangi ajaran tauhid. Dalam kisah ini, tokoh utamanya adalah Nabi Ibrahim dan Raja yang bernama Namrud.
“Namrud merupakan simbol pembangkangan, perlawanan terhadap Allah swt. Raja Namrud berkuasa di sebuah kawasan selatan Mesopotamia yang sekarang disebut Irak,” jabarnya.
Simbol pembangkangan itu ialah menara yang dibangun oleh Namrud bernama menara Babel. “Nabi Ibrahim tidak mau ikut-ikutan pembangkangan kepada Allah yang dilakukan Raja Namrud dan pengikutnya,” ujar dia.
Sikap Ibrahim yang menolak pembangkangan kepada Allah atas apa yang dilakukan Namrud dan pengikutnya membuat marah raja tersebut. Ibrahim dianggap sebagai ancaman, baik “akidah” maupun politik.
“Maka itu, Nabi Ibrahim harus diberangus, dibungkam agar tidak meruntuhkan kekuasaan Raja Namrud,” ucapnya.
Nabi Ibrahim kemudian harus “membayar” sikapnya tersebut dengan cara dijatuhi hukuman bakar hidup-hidup. Meski begitu, keteguhan Nabi Ibrahim dalam menjaga tauhid membuatnya terselamatkan dari hukuman Namrud.
Allah swt kemudian menolong Ibrahim dengan mendinginkan api tersebut, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiya ayat 69.
“Keteguhan Ibrahim di dalam tauhid membuatnya selamat dari ujian itu. Ia selamat dari kobaran api yang membakarnya. Allah berfirman kepada api itu: ‘Qulnā yā nāru kụnī bardaw wa salāman ‘alā ibrāhīm. Wahai api jadilah engkau api yang dingin dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim.’,” papar Gus Ulil.
Sumber : NU Online