Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov mengungkapkan bahwa mayoritas konsumen Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite (RON 90) saat ini adalah roda empat atau mobil. Bahkan, porsinya bisa tembus mencapai 70%.
“Perlu lihat profil konsumen BBM subsidi ini, problem-nya kan subsidi terbuka semua bisa membeli. Nah 70% adalah roda empat,” ungkap Abra dalam Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (9/1/2023).
Dia mengatakan, total konsumsi Pertalite untuk mobil mencapai 38 ribu kilo liter (kl) per hari. Sementara, 30% konsumen Pertalite adalah pemilik motor dengan total konsumsinya tercatat 16 ribu kl per hari.
“Jadi, konsumennya mobil 70%, motor 30%,” imbuh Abra.
Sementara itu, Abra tak tahu pasti kriteria penetapan CC untuk setiap mobil yang dapat membeli BBM subsidi tersebut. Pasalnya, hal itu masih perlu ditinjau lebih lanjut.
“Kalau mau menetapkan kriteria berdasarkan CC, ini perlu identifikasi berapa mobil di bawah 1.500 cc. Apakah ini cukup signifikan 1.500 cc ke atas dari 70% tadi,” jelas Abra.
Sejauh ini, pemerintah memang belum menetapkan aturan siapa saja yang boleh membeli Pertalite. Namun, Abra menilai jika pemerintah melarang 70% pemilik mobil membeli Pertalite, maka negara akan hemat Rp 90 triliun.
“Kami hitung ini 70% konsumen Pertalite mobil dilarang, negara hemat Rp 90 triliun atas kompensasi Pertalite nya,” terang Abra.
Hanya saja, ia menambahkan, pemerintah masih kesulitan melarang dan membatasi pembelian Pertalite sampai sekarang.
“Alih-alih melarang konsumen basis kendaraan, lebih baik subsidinya taruh ke BLT BBM dan tidak hanya kelas miskin tapi kelas menengah ke bawah,” kata Abra.
Sementara itu, pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi (BPH Migas) berharap rencana untuk melakukan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite sesuai dengan kriteria dapat segera diimplementasikan dalam waktu dekat.
Hal tersebut menyusul revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) termasuk juga petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi dan penugasan yang diproyeksikan dapat tuntas pada Januari – Februari tahun ini.
“Saya kira memang multi aspek yang harus dipertimbangkan. Sehingga revisi Perpres harus menunggu di check ulang, secara materi, secara substansi apa yang diatur di situ. Itu sudah kita diskusikan dengan stakeholder. Harapan kita sih Januari Februari ini sudah bisa terbit,” kata Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman kepada CNBC Indonesia dalam kesempatan yang sama.
Menurut Saleh, saat ini proses revisi Perpres sendiri secara substansi telah selesai. Namun demikian, pihaknya saat ini masih menunggu restu dari Presiden Joko Widodo untuk segera mengimplementasikan aturan tersebut.
“Jadi secara substansi sudah clear, tapi kan tentu Presiden punya pertimbangan tersendiri dengan berbagai aspek. Sehingga bagusnya kita tunggu Perpresnya terbit itu saja yang bisa saya respon,” kata dia.