Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat ekonomi digital Indonesia tertinggal jauh dari India. Terlebih, fokus RI hanya di sisi konsumsi, seperti e-commerce hingga fintech.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan Indonesia harus mulai beralih fokus kepada sisi produksi dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
“Contohnya India sudah jauh di depan, seperti apa kita melihat artificial intelligence (AI), nanotechnology, mungkin kita masih sangat ketinggalan. Jadi kita jangan terlalu fokus di sisi konsumsi, e-commerce, fintech, dan sebagainya,” jelasnya dalam Executive Forum Media Indonesia yang tayang secara virtual, Kamis (9/3).
“Lihat juga sisi produksinya, SDM kita sesiap apa untuk masuk dan bersaing di AI. Kita jauh ketinggalan dari India, harus belajar mengejar ketertinggalan tersebut,” imbuhnya.
Ia menambahkan adaptasi ekonomi digital perlu dilanjutkan, bahkan diperkuat. Saat ini, Indonesia sudah memiliki 2 decacorn dan 9 unicorn. Lonjakan adopsi ekonomi digital adalah sumber pertama dari enam kran pertumbuhan baru Indonesia selepas pandemi covid-19.
Sumber kedua, kata Febrio, adalah dorongan industri kesehatan domestik. Ketiga, ekosistem sektor keuangan yang lebih baik. Keempat, dorongan pembangunan ekonomi hijau. Kelima, lonjakan kinerja hilirisasi sumber daya alam (SDA). Lalu terakhir, relokasi industri dari China.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Indonesia menguasai 40 persen ekonomi digital ASEAN.
Ia memprediksi nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$130 miliar pada 2025 dan akan terus meningkat hingga US$300 miliar pada 2030. Menurutnya, optimisme kinerja ini perlu didukung oleh potensi besar di sektor digital.
“Di dua tahun terakhir, perilaku masyarakat semakin contactless. Dan ini salah satunya ditopang oleh layanan e-commerce dan on-demand, seperti ride hailing atau ojek online (ojol), online food delivery, dan juga bisnis logistik berbasis online,” katanya.
Sumber : CNNIndonesia